JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan lima tantangan metaverse beserta risiko yang ada. Deputi Komisioner Perbankan I OJK Teguh Supangkat mengatakan, pengalaman para pengguna metaverse yang telah mencoba untuk masuk dalam layanan tersebut memberikan kesan bahwa tidak sesuai dengan harapan awal.
“Selain itu muncul konsen pengguna pada potensi penyalahgunaan data pribadi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Ini perlu dimitigasi dengan baik,” ungkap Teguh dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (27/7/2022).
Pernyataan Teguh adalah menanggapi sebuah survei pengalaman pertama ber-metaverse yang dialami oleh 1.000 responden pada periode survey Januari 2022.
Teguh juga mengutip sebuah data global, bahwa hingga 2022 Market Cap Web 2.0 Metaverse telah mencapai USD14,8 triliun. Sementara pengguna Web 3.0 Virtual Worlds telah mencapai 50 ribu users di seluruh dunia.
Sementara revenue yang telah dibukukan sepanjang 2021 dari ruang virtual ini mencapai USD38,85 miliar. Adapun juga market size untuk AR, baik VR dan Mixed Reality telah mencapai USD28 miliar.
Untuk itu, Teguh memberikan sedikitnya lima tantangan yang perlu diantisipasi terkait perkembangan potensial metaverse saat ini.
1. Safety
Di mana para pengguna metaverse itu terancam dengan Cyberbullying, Stalking dan perilaku tidak menyenangkan di dunia virtual itu.
2. Data
Ini terkait dengan keamanan dan kerahasiaan data, mengingat ada identitas palsu yang memungkinkan terjadi.
3. Security
Mengingat bertautan dengan area IT, di dunia metaverse juga ada ancaman serangan Cyber, dan Fraud.
4. Outsourcing.
Untuk diketahui, dalam penyelenggaran metaverse yang kebanyakan dikelola secara outsourcing, juga menimbulkan risiko tersendiri.
5. Collaboration
Dalam metaverse pengguna harus berkolaborasi sebagai sebuah ekosistem. Sehingga ketergantungan antar ekosistem akan beresiko ketika satu ekosistem alami down.
“Sebuah survey pada Maret 2022, mencatat bahwa potensial konsen tertinggi yang harus diwaspadai oleh penggunaan data pribadi di dalam metaverse, karena ada potensi online abuse, cyberbullying, dan persoalan safety. Jadi teknologi bergerak memberikan potensi sekaligus risiko,” jelas Teguh.
Untuk itu, dalam pengembangan teknologi metaverse menurut Teguh, terdapat beberapa area yang perlu dipersiapkan dan dimatangkan yaitu terkait dengan teknologinya sendiri.
Kemudian terkait dengan peningkatan kinerja untuk avatar dan definisi standar aset digital agar dapat ditransfer antar dunia maya.
“Termasuk juga infrastruktur komersial yang mengintegrasikan dunia maya berupa web 2.0 maupun web 3.0 dengan sistem pembayaran keuangan tradisional. Ada evolusi sistem pembayaran berbasis digital webs aset,” imbuhnya.
Hal lain menurut Teguh terkait dengan infrastruktur pajak, akuntansi, dan sosial yang juga harus terus dikembangkan untuk bisa meregulasi dengan sistem akuntansi yang ada, dikaitkan dengan metaverse.
Berita Terkait
Bagikan Artikel Ini
Berita Lainnya
© 2007 – 2022 Okezone.com,
All Rights Reserved